Anwar muda sudah terbiasa berperang. Dia hidup untuk berpetualang. Melintasi medan. Bergerilya. Menunggu saat yang tepat menyerang tentara Belanda. “Saya bekas tentara Sumatera Selatan. Komandan Kompi 3. Tak terkira derita. Masa pergerakan benar-benar sulit. Desing peluru, bau mesiu, mayat dan simbahan darah hal biasa. Pelepas penat dan kebanggaan kala itu, sewaktu pulang ke barak, kita membawa topi serdadu, atau barang rampasan perang lainnya,” ulas Anwar.
Lubang kecil bekas hantaman peluru yang menghiasi kaki kananya, menjadi bukti keikutsertaan Anwar berjuang untuk bangsa. Karena tembakan itu, kini dia berjalan pincang. “Kaki ini ditembus peluru di Jalan Jakarta (Simpang Presiden-red). Waktu itu hari masih pagi. Perjanjian Linggarjati baru saja disepakati. Tapi Aziz Chan menentang perjanjian itu. Belanda marah dan mengamuk. Menyerang membabi buta di tengah Kota. Hasilnya, ya kaki ini kena tembak waktu mau pulang ke barak,” terang Anwar.
Bukan cuma ditembak. Anwar pernah merasai pengap hidup di balik jeruji besi. “Empat tahun saya dibui. Tertangkap waktu bergerilya, dari Padang dengan tujuan Payokumbuah yang waktu itu, tahun 1946 sedang bergejolak. Kala melewati Padangpanjang saya tertangkap Belanda. Waktu itu, peluru habis sementara kaki saya masih sakit. Saya digiring, kaki dirantai, diberi golongan besi, “ungkap Anwar mencoba merunut kembali petualangan masa lalunya.
Di Panjangpanjang, Anwar diperlakukan tak senonoh oleh Belanda. Hantaman bokong senjata, sayatan belati sampai dipaksa minum air kencing. Namun sang Letnan tetap tegar. Kepalanya tegak, walau kucuran darah dari pelipisnya tak berhenti. “Penjara dulu, bukan seperti sekarang. Dulu, tangan diikat kawat berduri, kaki dirantai golongan besi. Saban hari kena pukul. Bahkan, Untuk minum, mereka memberi air putih yang dicampur kencing,” celoteh Anwar.
Jangan pertanyakan nsionalisme pada Anwar. Kecintaannya pada Indonesia tak pernah surut. Terus berkobar. “Saya pernah ditanya tentara Belanda. Apakah saya berjuang dan jadi tentara karena hanya kedudukan dan jabatan semata? Saya jawab apa adanya? Berjuang untuk negara, bukan kedudukan. Bila kelak mati di sini. Saya bangga, karena itu demi negara,” ucap Anwar.