Kemerdekaan Yang Hilang: Anwar, Sang Letnan Pejuang Kemerdekaan yang MENGEMIS di Pinggir Jalan!



Anwar berjuang terus. Sampai dia sendiri lupa akan keluarganya. Anwar pernah menikah dengan seorang wanita Belakang Olo. Tapi hanya sebentar Anwar mengecap indah rumah tangga. Istrinya mati karena kolera dan kekurangan asupan gizi, ikut juga tiada anak yang dikandungnya. Anwar baru tahu istrinya tiada empat bulan kemudian, tepatnya saat dia pulang bergerilya.

Lepas dari itu, Indonesia akhirnya merdeka dengan penuh. Namun tak begitu bagi Anwar. Tak ada penghargaan yang diterimanya. Pengorbanan dan perjuangannya yang dikibarkannya seakan dilupakan. Anwar hilang di tengah gegap gempita kemerdekaan. Ditambah kematian istri, seolah pembawa petaka. Anwar kehilangan semangat hidup. Sempat terjerumus ke dunia hitam. Anwar tobat. Tapi, hidup memang tak pernah berpihak pada Anwar. Semakin terlunta-lunta. Hingga jalan sebagai pengemis jadi pilihan terakhirnya.

Tak ada tanda jasa. Tak ada lencana penghormatan yang diterima Anwar. Bahkan gelar pahlawan veteran pun tak singgah. “Saya tak butuh apapun. Dulu, saya berjuang bukan untuk mendapatkan tanda jasa. Saya berjuang untuk negara. Tak perlu tanda jasa apalagi uang. Biarlah hidup begini, asal tak menganggu orang lain. Saya rela. Memang, ada kawan yang ikut mengangkat senjata kebanyakan tenang menjalani masa tuanya. Saya tak suka itu, bagi saya berjuang bukan untuk kemapanan masa tua,” jawab Anwar. Dia segera berdiri, pergi minta segelas air kepada pedagang di depan Masjid AL Mubarah, Sawahan.

Memang, dulu Anwar pernah diberi sertifikat veteran.  Namun karena jalan hidupnya yang sering berpindah tempat “surat sakti” itu raib entah kemana. Padahal, surat itu adalah sebagai landasan Anwar untuk menerima haknya sebagai veteran. “Kalau tak salah Surat Bintang Gerilya. Tapi surat itu sudah hilang. Kata orang surat itu adalah syarat untuk menerima tunjangan dari pemerintah. Tapi tak apalah, saya juga tak perlu itu. Kan sudah saya katakan kalau saya berjuang bukan untuk uang apalagi jabatan. Walaupun meminta-minta tapi saya tak menyusahkan orang lain. Saya sudah pernah hidup senang di atas kapal. Sekarang saatnya susah,” kata Anwar.

Letnan Anwar. Sang pahlawan kini telah tiada di masa pembangunan. Di tak menerima apa-apa dari perjuangan. Sebatas penghormatan pun tidak. Anwar terlupakan. Bangsa ini benar-benar sudah berdosa padanya.

Memang Anwar tak minta apa-apa dari perjuangannya. Itu menjadi pelajaran ke depannya. Terhadap Anwar-Anwar yang lain. Apakah kita tega melihat orang yang melepaskan kita dari jeratan penjajah harus terlunta. Mengemis untuk hidup. Tanah kemerdekaan yang kita pijak ini berhutang darah padanya.

Kami kembali merawikannya, karena banyak yang bertanya dimana Sang Letnan sekarang. Ternyata, sang letnan sudah tiada. Dia pulang ke pangkuan-NYA, tanpa upacara penghormatan dan isak tangis anak negeri. Maka benarlah pameo lama, kepahlawanan seseorang itu dihargai kala dia tiada. Saat hidup, siapa peduli dengan Anwar. Pemerintah? Mereka tak peduli. Bahkan tak tahu, kalau Anwar, orang yang negeri ini berhutang darah padanya, melakoni hidup sebagai pengemis. 

sumber : maharadjo