Kemerdekaan Yang Hilang: Anwar, Sang Letnan Pejuang Kemerdekaan yang MENGEMIS di Pinggir Jalan!



Kisah Anwar diberitakan POSMETRO 28 Juli 2008. Penulis kala itu bertemu Anwar yang sedang mengemis di Simpang Kandang, Kota Padang. Tubuhnya ringkih,  terduduk lesuh. Tanpa alas di atas trotoar yang panas karena ditempa sinar matahari. Dia pengemis tertua di Kota Padang. Pengemis yang memiliki masa muda hebat, tapi berakhir tragis.

Sepintas, Anwar memang tak beda dengan pengemis lain. Bau bacin, berkemeja lusuh, sandal jepit, dan kopiah luntur. Kulitnya keriput dengan kantong mata yang menghitam. Wajahnya keriput, dipenuhi bulu-bulu abu-abu. Mulutnya kering, dengan gigi yang hanya tinggal dua. Gesturnya, selalu saja berharap belas kasih. Pada setiap yang lalu di depannya, Anwar mengulurkan tangan. Berharap ada yang memberinya uang.

Tapi, di balik penampikan kumalnya, siapa sangka, Anwar adalah seorang pejuang. Pengokang senjata kala negeri ini diamuk penjajah. Dia adalah Komandan Kompi 3 Sumatera Bagian Selatan, dengan pangkat Lentan Satu. Pemimpin yang mahir empat bahasa. Dia fasih berbicara bahasa Inggris, Jepang, Belanda dan tentu saja bahasa Indonesia. Akan tetapi, kerasnya hidup menyeret Anwar, ke lumbung kemiskinan. Sang letnan tiarap pada kehidupan. “Tak perlu. Jangan disebut lagi masa lalu. Itu sudah habis. Jangan dikenang lagi,” tutur Anwar kala itu. Saat dia masih hidup.

Anwar betul-betul keras. Sulit memintanya bicara banyak. “Saya sedang berusaha. Jangan diganggu. Ini belum makan, lihat itu,