Tangis Salli (50) pecah. Raungnya meledak kala penulis datang ke rumahnya di Koto Baru, Lubukbegalung, Padang, 11 Januari Lalu. Salli adalah wanita parohbaya yang rela menampung Anwar. Letnan satu yang terpaksa jadi pengemis itu. “Gaek sudah tiada. Kenapa tak datang lagi ke sini nak. Di sana kuburan gaek,” ujar Salli menunjuk ke arah bukit. Air mata leleh di pipinya yang keriput.
Perlahan raung Salli mereda. Dia berkisah tentang Letnan Anwar yang digerogoti usia dan mulai saki-sakitan hingga ajal menjemputnya. Selama sakit, Anwar tidak diobati dengan telaten, paling banter, dia Cuma dikasih bodrex atau prokol. “Sejak 2008 itu, ketika anak tak ke sini lagi, gaek terus sakit-sakitan. Kian hari, kondisinya bertambah parah. Demikian, dia masih saja berjalan. Benar-benar keras kepala,” ungkap Salli.
Salli berterimakasih karena banyaknya orang yang peduli dengan Anwar. Sayangnya, kepedulian itu muncul saat Anwar telah tiada. “Bapak sudah tiada 12 April 2011 lalu. Kok baru sekarang orang mencarinya. Kala dia sudah tiada. Dulu, ketika dirinya mengemis untuk bertahan hidup, kenapa tak ada yang peduli. Bahkan, banyak yang menertawakannya ketika dia bercerita tentang kisah hidupnya. Menganggap itu semua lelucon,” sebut Sally (50).